Selasa, 14 Oktober 2014

Museum Ullen Sentalu: Museum Tersembunyi di Lereng Gunung

Diposting oleh Natasha Tiara Bernadette di Selasa, Oktober 14, 2014
Bagiku, objek wisata yang sangat menarik untuk dikunjungi adalah museum. Mengapa? Karena satu museum saja dapat menyimpan lebih dari satu kisah. Dan uniknya lagi, setiap museum mempunyai keunikan - keunikan tersendiri. Salah satu tema museum yang menjadi favoritku adalah yang bercerita tentang nenek moyangku, yaitu tentang sejarah Kerajaan Mataram Kasultanan Yogyakarta. Menurutku, ada suatu keunikan dalam tema tersebut yang membuat aku tertarik untuk mengetahui kisahnya, dan yang terutama adalah kenyataan bahwa selama ini aku hanya berkesempatan untuk mendengarkan kisah tentang mereka melalui Nenek dan Mama.


Menurut informasi yang kudengar, ada sebuah museum di Yogyakarta yang mempunyai jawaban atas semua pertanyaan dan rasa keingintahuanku. Museum itu terletak di tengah hutan, jauh dari hiruk pikuk kota DIJ. Tepatnya di daerah Pakem, Kaliurang, Yogyakarta Utara. Pada intinya, museum ini menceritakan sejarah tentang Kerajaan Mataram hingga terpecah menjadi 4, 2 di Solo (Kasunanan dan Mangkunegaran), serta 2 di Yogyakarta (Kasultanan dan Pakualaman). Karena penasaran, pada liburan tahun 2011 lalu, aku dan keluarga menyempatkan diri untuk mengunjungi museum tersebut.

Museum Ullen Sentalu letaknya agak tersembunyi. Sulit sekali untuk ditemukan apabila tidak ada petunjuk jalan. Aura mistis sudah tercium ketika sudah dekat dengan lokasi. Dengan ditambah dengan kesejukan khas lereng gunung, lengkap sudah kriteria tempat yang mampu membuat bulu kudukku berdiri. Oleh pendiri, museum ini memang sengaja dibangun di lereng gunung. Salah satu alasannya adalah untuk menambah aura mistis di lokasi, serta karena kepercayaan penduduk sekitar yang beranggapan semakin tinggi suatu tempat semakin suci atau apalah, aku juga tidak mengerti. Hahaha.

Dari luar, museum ini lebih mirip dengan kastil-kastil Eropa, lengkap dengan tanaman merambat yang ada di temboknya. Tentu saja dengan dikelilingi oleh pohon-pohon besar yang seakan-akan menyembunyikan lokasi itu. Jujur saja, museum ini lebih mirip dengan rumah hantu di taman hiburan, daripada sebuah bangunan yang memamerkan barang-barang.

Masuk ke dalam museum tersebut pun ada sesinya. Setiap sesi didampingi oleh seorang guide. Guide itulah yang akan memandu pengunjung dan menceritakan setiap kisah yang ada dalam setiap ruang / ekshibisi.
Pertama-tama, aku dan keluarga dipandu oleh guide kami untuk berjalan melewati sebuah taman kecil, dan memasuki sebuah ruangan yang terletak lebih ke bawah. Jalan masuk ke ruangan ini terlihat seperti gua, oleh karena itu ruangan ini disebut Gua Selo Giri. Di dalam gua ini terdapat lukisan-lukisan yang menceritakan tentang kisah hidup tokoh-tokoh di 4 keraton Jawa. Selain itu, kami juga dapat melihat alat-alat musik tradisional Jawa serta silsilah keluarga kerajaan.

Setelah berpuas melihat-lihat lukisan di dalam gua, guide mengajak kami untuk kembali ke atas, menuju ke Kampung Kambang. Kampung Kambang merupakan area terapung yang dikelilingi oleh air, dan terdiri dari 5 ruangan ekshibisi. Ruang pertama disebut dengan Ruang Tineke. Ruang ini disebut demikian karena barang yang diperlihatkan dalam ruangan ini adalah surat-surat Putri Tineke kepada sahabatnya yang tinggal di Belanda. Surat-surat tersebut berisi tentang keluh kesahnya ketika menjadi seorang putri.

Ruang ekshibisi kedua di Kampung Kambang adalah Ruang Batik Vorstendland. Dari namanya saja sudah terlihat jika ruangan ini mempunyai sedikit “bumbu-bumbu” dari Belanda. Ruangan ini menampilkan kain asli Indonesia, kain batik. Namun, berbeda dengan batik-batik yang biasa Santa Maria II pakai pada hari Sabtu, batik-batik ini dibuat ketika Belanda masih menjajah Indonesia. Yang membuatku kagum adalah, batik-batik dalam ruangan ini menyatukan budaya Indonesia dengan budaya dari negeri luar, terutama dalam hal motifnya. Hasilnya pun indah, tidak kalah dengan batik-batik asli buatan Indonesia.

Ruang ekshibisi selanjutnya adalah Ruang Batik Pesisiran dan diikuti dengan Ruang Putri Dambaan. Dalam ruang yang terakhir ini, kami sekeluarga diajak menyelami kisah hidup seorang putri keraton Yogya nan cantik yang bernama Gusti Nurul Koesoemawardhani. Beliau adalah seorang putri yang menentang keras poligami dalam kehidupan kerajaan.

Setelah selesai mengarungi Kampung Kambang, kami diajak duduk-duduk dan bersantai sejenak sebelum melanjutkan tur. Kami dipersilahkan untuk mengisi angket pengunjung dan meminum minuman khas kerajaan. Minuman yang berbahan dasar jahe itu konon dapat menjaga agar kita tetap awet muda. Aku sendiri sih tidak merasakan dampak setelah meminumnya. Kan aku masih muda. Hehehe.

Tur ini diakhiri dengan kunjungan ke sebuah ruang yang penuh lukisan. Kata guide kami, ruang ini disebut dengan Ruang Budaya. Ruangan ini menyimpan lukisan-lukisan serta patung yang bercerita tentang budaya di kerajaan, hingga budaya masyarakat Jawa. sebut saja, patung –patung penari Jawa klasik, lukisan pengantin Jawa, dan lukisan lainnya. Dalam ruangan ini ada salah satu lukisan yang menurutku agak aneh. Dalam lukisan itu terlihat ada sembilan orang penari, beserta satu sosok penari yang agak... tembus pandang. Mengerikan bukan? Menurut guide kami, lukisan itu bercerita tentang ritual Tari Bedaya Agung. Tarian ini biasa ditampilkan saat hari raya, atau perayaan besar. Dalam tarian ini, memang hanya disiapkan sembilan penari. Tetapi ada beberapa saksi mata yang melihat penari yang ada di sana tidak hanya bersembilan, tapi bersepuluh! Konon, ritual ini adalah ritual untuk memanggil Nyi Rara Kidul.

Museum ini dilengkapi pula dengan beberapa restoran dan toko souvenir beserta sebuah taman untuk pengunjung berjalan-jalan. Yah, lumayan kan, memanfaatkan udara sejuk sebentar sebelum kembali ke hiruk pikuk kota?

0 komentar:

Posting Komentar

 

hari-hari tiara☀♔ Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review